Lelah mental

By Rizki Hardi , Rabu, 14 April 2021 8:06:00 AM

Sadar ga sadar, mental juga bakal ngerasain yang namanya kelelahan, capek mental (sama aja sih). Biasanya kan kalau kita lelah disebabkan karena tubuh yang dipakai kerja dalam waktu yang lama atau kerja hal yang berat dan membutuhkan tenaga yang besar. Tapi mental? Kok bisa lelah? 


Aneh sih, tapi nyatanya emang bisa mengalaminya. Saya, kamu, kita semua. Percaya atau enggak, salah satu ciri kita mengalami lelah mental itu kita seringkali mengalami yang namanya uring-uringan, terus badan tiba-tiba lemes tanpa sebab, kadang juga ngerasa males banget buat ngerjain sesuatu, dan itu beneran ga bagus buat badan kita kedepannya. 

Emang gitu cirinya? Kalo yang saya tau dari beberapa artikel yang berkaitan dengan psikologi sih gitu. Karena lelah mental emang ga keliatan oleh orang lain, tapi cuma bisa dirasakan diri sendiri. Makanya seringkali orang yang sering lelah mental lebih menyembunyikan kelelahannya didepan orang lain, padahal hatinya ngedumel, atau kata lainnya itu ya gampang emosian gitu lah. Dampak jangka panjangnya ngeri-ngeri sedap sih,  bisa bikin bunuh diri kalo ga kuat. Penyebabnya banyak, dan kebanyakan karena tidak saling ngerti, seringnya saling egois dan maunya menang sendiri, pengennya apa yang mereka mau harus kita ikutin. 

Terus gimana ngatasinnya? Back to self, selalu begitu. Ya emang gitu, karena yang mengalami kita, yang bisa mengatasi juga kita. Tapi bukan berarti kita harus berusaha sendiri, enggak. Pentingnya dukungan orang-orang terdekat menjadi tambahan tenaga untuk bangkit dari kelelahan yang kita alami. Tapi terkadang mereka juga tidak paham dengan kondisi kita, dan akhirnya kita justru memilih untuk memendam sendiri kelelahan tersebut. 

Andai saja, kita dan yang lain bisa saling mengerti, memahami, mungkin ga ada masalah lelah mental. Dipahami aja, dasarnya kita ini makhluk sosial, juga makhluk yang punya perasaan dan logika, porsinya harus seimbang. Kalau salah satu mendominasi, yang lainnya bakal down. We can't live alone in this world, cobalah untuk saling mengerti satu sama lain dan ambil sikap terbaik dari itu. 

Semoga kalian yang sedang mengalami lelah mental, diberi kekuatan dan kesabaran, serta keikhlasan dalam menghadapinya.

Gimana Biar Punya Motivasi Untuk Menikah?

By Rizki Hardi , Rabu, 24 Juni 2020 10:34:00 PM

Umur segini (27 tahun) emang termasuk umur yang cukup matang untuk memulai petualangan baru. Petualangan yg dimaksud adalah memulai sebuah kehidupan baru bersama pasangan hidup, alias menikah.

Tapi banyak yang merasa, menikah itu justru hanya menambah masalah baru, padahal kehidupan memang tidak lepas dari masalah. Tapi masalah biasa dan masalah ini pastinya berbeda, apalagi menikah itu merupakan suatu hal yg sakral, tentu masalahnya gak sepele.

Aku sering berpikir, apakah emang kehidupan setelah menikah akan seindah yg digambarkan oleh teman" yang sudah melakukannya duluan? Atau penuh drama seperti yg sering kita lihat di tv? Dan yang paling penting, gimana caranya mereka bisa menemukan motivasi dan pasangan hidupnya? Itu dia masalahnya.

Kadang-kadang aku suka berpikir, mereka yg nikah muda itu hebat banget bisa dapet motivasi tersebut dengan mudahnya, sedangkan aku masih sering pasang surut. Teman-teman di kantor pun sering ngeledekin aku karena belum nikah sendiri disitu, kadang ada rasa kesal dalam diri, tapi kadang bingung, darimana harus mulainya? Bukannya menikah dengan alasan capek dibully karena belum nikah-nikah juga ga baik?

Aku lihat ortuku sudah semakin tua, mereka pun udah sering "kode" untukku segera mencari pasangan hidup, dan memberikan mereka seorang cucu yg lucu. Ya aku tau, pak, bu, cuma aku sendiri bingung harus gimana mulainya. Aku beberapa kali pedekate dengan wanita, tapi entah kenapa selalu hilang motivasi begitu saja, gatau kenapa. Akhirnya berhenti lagi, gak aku lanjut, dan yaah tertunda lagi untuk bisa memenuhi ekspektasi kalian.

Banyak banget pikiran-pikiran yang lagi berantem di otakku sekarang, terutama untuk masalah ini. Terlalu banyak sampai sulit dituangkan menjadi sebuah kata dan cerita. Tapi satu hal yg sangat inti dan jadi poin dari banyaknya pikiran-pikiran tersebut, bagaimana membangkitkan motivasi untuk segera mengambil keputusan untuk menikah?

Gak Boleh Ikutan Gila

By Rizki Hardi , Sabtu, 11 Mei 2019 11:59:00 AM

Dunia terbalik, seisinya menjadi gila...

Yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan. Orang mau mengutarakan kebenaran, dianggap menyebar kebohongan.
Kondisi sekarang memang sudah memprihatinkan, gak heran banyak "orang gila" bertebaran sekarang. Mulai dari yang gila beneran, sampai yang gila materi, seperti kekuasaan, uang dan jabatan, making people insane and force to get it with the wrong way .

Kita jangan ikutan gila, biarkan mereka gila. Gila itu gaenak, kalau ujungnya menderita, mengorbankan banyak hal demi suatu hal yg sifatnya sementara. Memang semua ingin bahagia, dan bahagia pun bisa datang dari hal" tersebut. Tapi cobalah untuk tidak gila untuk mendapatkannya. Bukan menghalalkan segala cara, dengan membodohi orang awam, memfitnah orang baik, dan menjebak orang jujur kearah yang salah. Bukan.

Mereka gila, dagang mau untung pake cara curang, akibatnya konsumen dirugikan. Jadi pns nyogok, udah diterima malah korupsi biar balik modal, nyaleg atau nyapres main kampanye hitam, kampanye duit, timsesnya suruh maju, dianya petantang petenteng gak jelas. Blusukan, pencitraan. Pas udah jadi ongkang ongkang kaki doang, bilangnya kerja, tapi kerja ora genah, inovasi kurang. Giliran ada yg ngasih inovasi dibikin mati kutu, alasannya macam-macam, akhirnya dicomot negara lain. Finalnya, korupsi juga, berjamaah pula, kayak yg disana tuh~

Gila gak tuh? Kita jangan ikutan deh, biarin mereka aja. Kita bisa ikutan gila, gila beneran maksudnya. Soalnya mereka itu udah terbiasa gila, kalau kita ikutan gila, terus yang waras siapa?

So, last but not least, gila yg begitu jangan deh, mending cari cara yg lurus aja. Mungkin agak sulit karena mereka" pun sudah gila. Tapi gak ada yg salah, toh hidup lurus pun jadi gak bikin kita gila nantinya.

Salam waras

Ramadhan Tiba

By Rizki Hardi , Jumat, 10 Mei 2019 9:35:00 AM

Masuk bulan Ramadhan, kita yang muslim diwajibkan melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Bukan hanya menahan makan dan minum mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, tapi kita pun diwajibkan untuk menahan hawa nafsu, dengan menjaga sikap dan perilaku selama sebulan penuh, dengan harapan selepas itu kita menjadi manusia yang lebih baik.

Seharusnya...
Tapi sulit. Ya, kita selama 11 bulan kebelakang sudah terbiasa dengan kebiasaan yang terkadang mengandalkan hawa nafsu, baik disengaja ataupun tidak disengaja. Bahkan jika mau introspeksi, pastinya kita hampir atau malah sudah melakukan hal tersebut.

Itulah istimewanya, kita diberi 1 bulan kesempatan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, untuk melatih diri tidak lagi mengikuti hawa nafsu. Disitulah tantangan hebatnya, bisakah selama sebulan kita lolos dari latihan ini, menjadi kebiasaan baru kita untuk 11 bulan kedepan, atau bahkan untuk seumur hidup kita.

Kalau menurut dunia medis, selama puasa pun kita memberikan kesempatan kepada "partner" yang ada di dalam tubuh kita (organ tubuh *re) untuk beristirahat, sehingga tubuh juga diberi kesempatan untuk melakukan maintenance supaya nantinya kita bisa lebih sehat lagi.

So, manfaatkan momen bulan suci ini dengan sebaik mungkin, jangan sia-siakan walaupun sekecil apapun, karena akan bermanfaat bagi kita kedepannya.

cirebon, 10 mei 2019
Orang biasa yang belajar menulis

Rizki Hardi

Salah Atau Benar (tulisan random untuk menenangkan pikiran)

By Rizki Hardi , Minggu, 10 Februari 2019 10:58:00 PM

Aku berpikir, selama ini apakah semua keputusan yang aku ambil itu benar? Ataukah justru salah? Begitulah kemelut yang ada didalam pikiranku selama ini. Aku melihat mereka yang bebas, karena mungkin saja memang pilihannya benar dan cocok untuknya. Namun aku belum menemukan mereka yang menyesal dengan keputusan yang mereka ambil.

Life is a choice, true or wrong thing for your life, that mean you choose 1 and do it. Tapi aku merasa ada yg salah dengan pilihanku, awalnya aku menikmati, tapi kenapa akhir-akhir ini malah membuatku menjadi semakin berpikir bahwa ternyata selama ini jangan-jangan pilihanku salah? Aku bingung, terpikir terus mengenai masalah itu.

Akibatnya, aku jadi merasa tidak nyaman sendiri, menyiksa diri secara tidak langsung. Ya, aku merasakan ada yg aneh dengan pikiran dan hatiku sendiri, karena sudah menduga bahwa aku salah ambil keputusan, dan sepertinya mengarah kepada penyesalan.

Semakin dipikirkan membuat badanku semakin tak nyaman, sampai akhirnya akhir-akhir ini banyak sekali pikiran-pikiran jelek yang masuk ke dalam otak ini, membuatku stres. Aku butuh teman, setidaknya untuk bisa membagi beban yg ada dipikiranku. Tapi apakah aku bisa untuk berbagi demikian? Aku mulai sering ragu-ragu mengambil keputusan.

Memang baiknya itu curhat kepada Allah, karena Dia lah yang paling mengerti hambanya. Aku terlalu jauh dari-Nya, aku akui selama ini yg membuatku gelisah dan akhirnya stres. Aku terlalu berharap kepada hal yang salah, tempat yg salah juga orang yang salah.

Rasanya aku ingin kembali saja ke Purwokerto, dimana disana aku bisa sering berpikir tenang sebelum ambil keputusan, dan disana juga aku merasa tenang dan tentram. Mungkin karena disana sangat damai dan selama disana saya sering bertemu dengan orang-orang baik yg selalu berbagi ilmu tentang kebaikan tanpa adanya paksaan. Tapi keputusanku untuk kembali dan mengabdi di Cirebon, tempat kelahiranku, tidak mungkin aku tarik lagi. Karena disini juga aku masih ada orangtuaku yang harus aku senangi hatinya dan sejahterakan pula hidupnya, seperti mereka melakukannya selama aku kecil.

Entah, apa yg aku pikirkan sampai saat ini seperti mendung di senja hari, abu-abu, gelap, dan aneh. Aku ingin mengabaikan hal itu semua, aku ingin berjalan terus dengan keputusanku ini, aku berharap aku kuat menjalaninya. Aku punya Allah, tapi aku malu karena hanya ketika kesulitan aku datang kepadaNya. Namun, aku memutuskan, aku ingin terus percaya kepada Allah, karena hanya Dialah yang tidak akan pernah mengecewakan hambanya. Aku pun membuat keputusan agar pelan-pelan melakukan hal-hal yang setidaknya bisa menjaga hubunganku dengan Tuhanku, Allah.

Semoga keputusanku tidak hanya untuk hari ini atau esok atau sampai minggu depan, tapi aku berharap, Allah membantuku menguatkan tekadku untuk terus menjalankan keputusan yg aku ambil ini, demi kebaikanku sendiri.

Bismillahi tawwakaltu alallahi laa hawla walaa quwwata illa billah.